Kamis, 12 April 2012

Mbak Ku Ndak Mau Ke Masjid

“Kenapa sih mbak, kok mbak ndak pernah mau lagi ke mesjid?? Padahal kan Shalat berjama’ah di Mesjid itu pahalanya lebih besar mbak..! “ Lifa terus saja mencecar sang kakak dengan pertanyaan yang sama sejak seminggu ini….
“ Ndak ada pertanyaan lain opo?” Dina mulai merasa tidak enak dengan pertanyaan2 adiknya itu…
“Ya mbak ndak pernah kasih jawaban buat ku je,..” Lifa membela diri..
“Mbak mesti jawab opo??”
“Ya setidaknya mbak utarakan alasan mbak, kenapa ndak mau ke mesjid lagi. Aku kan ndak enak mbak sama teman2 kita yang lain, mereka selalu saja tanyain mbak ke aku, aku bingung mbak mau jawab apa!”
“ Ya jawab saja mbak lagi ndak bisa, biasa kan wanita.., Gitu aja koq repot..!!”
“Duh mbak, masak iya aku mesti kasih alasan itu tiap hari? Kan ndak mungkin.!!”
“ Ya kasih saja alasan yang mungkin..!”
“Mbakeeeeeee….kenapa sih mbak???!!” dengan semangat 45, lifa terus saja mengekor Dina dengan menjejali pertanyaan2 itu.

Di dapur mereka yang hanya berukuran 3x3 m itulah, pertempuran itu terjadi..

“Sudah, kamu kupas saja wortelnya..!!”
“ Ya sambil cerita donk mbak..”

Dina menghentikan kesibukannya mengupas kentang, yang rencananya akan dibuat sup untuk sayur buka puasa magrib nanti. Kemudian dengan mimik serius dia kembali bertanya pada adiknya itu..

“Kamu mau tau alasannya..???”

Tanpa ragu Lifa menganggu dengan semangat…

“Kamu harus cari tau sendiri..!!”

Semangat Lifa mulai mengendur dan memoncongkan bibirnya.

“Mbak payah ah…!!!” ujarnya sambil bersungut..
“Mbak Dina, aku Tarawih yaaa….!! Mbak ndak ikutan?? Pahalanya Gede Lho….!!!!! Malikat penunggu mesjid dah siap-siap mencatat tuch…. Mabak ndak malu,nama mbak ndak tercantum dalam bukunya???” Lifa mencoba menggoda sang kakak..
“ Udah, kamu berangkat saja sana, ndak usah nyindir gitu..Yang penting niatmu itu lho..Lillahi Ta’ala”
“Iya ya mbak.. Tapi, aku ndak akan bosen untuk cari tau alasan knapa…..”

Perkataan Lifa terputus…

“ Huss..Wes..nti ketinggalan… Mbak nitip salam saja buat malaikat penjaga mesjid..”
“Yoweslah…Assalamu’alaikum..”
“Wa’alaikumsalam..”

Diperjalanan mnuju mesjid, Lifa terus memikirkan apa kira2 sebab kakaknya itu ndak mau ke mesjid lagi..Terlebih pada saat Ramadhan seperti ini…


Lagi asyik mikir, seseorang mengagetkannya dari arah belakang..

“Weei….ngelamun apa hayo..!!!??” Seru Mila tiba2.

Mila adalah anak kos tetangga mereka..

“Eh, mana mbakmu? Kog ndak pernah ikut Tarawih lagi?? Ni kan dah lewat seminggu? Masak iya belum bisa..!” ujar Mila lagi..
“Eh anu..mbak dina tadi sakit perut, maknya ndak bisa ikut tarawih bareng malem ini…” Lifa mencari alasan yang masuk akal.
“Hmm, sayang ya. Padahal ada yang mau kenalan ma dia lho..!”
“Heh.?? Maksudmu apa tho?” Lifa bingung..
“Iya, waktu kemarin dia ikut tarawih n tadarus, ada yang diem2 kagum ma dia.. Namanya Affan, anak kosnya Pak Budun. Kamu tau kan??”
“Ooo, ya tau!”
“Huh, padahal aku yang ngecengi dia, eh taunya malah naksir ma mbak mu..!!”

Dengan Polosnya Lifa menimpali..

“Kamu tuh mau tarawih ato ngeceng sih???”
“Ya tarawih lah…” Mila menjawab kelimpungan..
“Tarawih koq, seperti  mo kondangan..” Sahut Lifa asal.
“Ya khan Tarawih sambil ngeceng maksudnya. Ya siapa tau ada yang kece bisa buat gandengan Lebaran ntar..”
“Edan, Ndak bener niat kamu itu..” Lifa mulai kesal dengan temannya itu, kemudian berjalan mendahului Mila.

Sesampainya di Mesjid, Lifa langsung shalat sunnat 2 rakaat. Setelah itu, membaca Qur’an kecil yang selalu dibawanya. Sambil mempebaiki bacaan Qur’annya, ia memahami setiap ayat yang ia baca. Walau belum bisa Hafal Qur’an, tapi beberapa surat pendek dan Juz 1 sudah hampir diluar kepalanya.


Untuk anak seusianya memang bukan hal yang utama membaca atau memahami Qur’an. Tapi itu tidak berlaku pada Lifa dan keluarganya. Walau bukan dari kalangan santri, tapi mereka mempunyai akal yang cerdas, sehingga bisa membedakan mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya.


Tapi ia masih tidak habis fikir dengan kakaknya. Sekilas terlintas dari benaknya, apa kira2 alasan sang kakak kenapa tidak mau lagi ke mesjid. Akhirnya Lifa memtuskan untuk menyudahi ngajinya, dan mulai memperhatikan sekeliling yang mulai ramai.


Ada anak2 menjerit-jerit, para gadis berusaha mencari perhatian lawan jenisnya, anak2 laki2 nakal main petasan, ibu2 menceritakan satu sama lain, sedang barisan bapak-bapak masih belum terisi penuh shafnya..


Lifa tersentak kaget. Dan bergumam dalam hatinya.

“Masya Allah, pemandangan seperti apa ini? Mereka dimana? Ini kan Mesjid. Mereka memakai mukena, tapi apa yang mereka lakukan? Astaghfirullahal’adzim…”

Tidak begitu lama, Tarawih dimulai,dengan Shalat isya sebagai pembukanya..


Seperti biasa, Lifa ikut Tadarus. Ntah sejak kapan, ia mulai merasa aneh berada disitu. Salah satunya, ada yang menjadikan ajang tadarus dan tarawih sebagai tempat ngedate. Ya, sambil menyelam minum air, begitulah pepatahnya. Sambil Ibadah, cuci mata. Padahal, dari niat saja mereka sudah salah. Tarawih bukan karena Allah, melainkan ada alasan lain.

Sekarang, mengertilah ia kenapa sang kakak enggan ke mesjid.

Sampai tiba waktu sahur, Lifa tidak berkomentar ataupun bertanya pada Dina seperti biasanya, yang selalu mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. Hal itu membuat Dina terheran.

“Kamu sakit ya Fa?”
“Eh, ndak koq mbak.”
“Trus knapa? Koq ndak biasanya?”
“Iyo po? Prasaan biasa saja..”
“ Dah, ndak usah bohong ma mbak. Oya, kamu dah tau jawabannya?”

Dina mencoba memancing adiknya.

“Jawaban opo tho”

Lifa pura-pura tidak mengerti,  karena ia enggan membahasnya lagi..

“Cerita tho sama mbak. Kamu sudah dapat alasan kenapa mbak ndak mau kemesjid lagi??”

Lifa menunduk terdiam. Sampai akhirnya ia angkat bicara..

“Koq begitu yambak??”
“Apanya yang begitu??”
“Itu lho, yang kemesjid itu, bisa dihitung pake jari yang niatnya karena Allah.!”

Dina tersenyum, sambil menunjukkan minat pada adiknya yang akan memulai kalimatnya lagi..

“Aku liat pemandangan yang tidak enak tadi malam mbak. Ntah aku yang baru sadar atau gimana ya mbak? Aku koq jadi berat mau kemesjid lagi..”
“Huz..ndak boleh ngomong gitu kamu. Kan ndak semua mesjid berisi orang seprti itu. Mesjid butuh orang-orang yang ikhlas beribadah karena Allah. Jadi, jika orang-orang yang ikhlas itu sendiri merasa enggan ke mesjid, maka mesjid akan dipenuhi orang-ornag yang munafik. Kamu mengerti kan??  Kamu mau rumah Tuhan mu menjadi tempat yang bukan seharusnya??” Dina mencoba memberi pengertian pada adiknya itu.
“Lalu kenapa mbak sendiri masih enggan kemesjid??”
“Mbak punya alasan lain.”
“Alasan apa lagi?”
“Kamu tau kan dek, Shalat di mesjid itu bukan keutamaan bagi seorang wanita!.  Hal itu dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi : “Janganlah kamu melarang istri-istrimu pergi ke mesjid, sekalipun rumah mereka lebih baik bagi mereka”. Nah itu artinya, Shalat di rumah bagi wanita adalah lebih baik ketimbang di Mesjid, tapi berjama’ah dimesjid juga baik. Dan masih ada satu lagi Hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud yang menerangkan tentang hal ini. Isinya : “ Janganlah kamu halang-halangi hamba-hamba wanita masuk mesjid Allah. Dan hendaklah mereka ke mesjid tanpa wewangian”. Itu artinya, kita para wanita, boleh kemesjid asalkan tanpa wewangian. Wewangian disini bukan hanya wewangian dalam arti yang sebenarnya, semisal parfum. Tapi wewangian yang dimaksud disini adalah, semua yang membuat wanita itu tampak cantik atau menggoda. Mengerti kan maksud mbak?”
“Trus mbak??”  Lifa mulai kagum pada kakaknya.
“Nah, trus terang saja, walau mbak tidak suka memakai wewangian ke mesjid, tapi mbak sudah berdosa..”
“Lho..kenapa tho mbak?” Tanya Lifa heran
“Karena mbak sudah membuat niat seseorang berubah..”
“Niat apa? Niat siapa?” Lifa makin heran dengan kakaknya…
“Mbak sudah dengar dari Mila soal si Affan itu. Makanya mbak ndak mau ke mesjid lagi. Mbak ndak mau Ridho Allah berkurang padanya hanya karena niatnya Tarawih tuh Cuma mau ketemu mbak..”
“Hehehe…mbak GeEr ih…”
“Lho..emang iya kan??”
“Iya sih.. trus..??”
“Trus apa?”
“Cuma itu??? Jadi mbak ndak mau ke mesjid Cuma karena itu tho? Trus, yang aku ceritain tadi ngaruh juga tidak sama mbak??”
“Itu juga ngaruh. Makanya Mbak ngerasa, untuk sementara waktu mbak tarawih sendiri di rumah sampai kamu memahami kondisi sekeliling kamu. Karna terus terang saja, mbak ndak bisa ada si antara orang2 seperti itu. Mbak mengkuatirkan diri mbak sendiri. Iman mbakmu ini masih lemah dek.. Mbak takut tidak bisa menjaga pandangan yang menyebabkan mulut bicara yang tidak seharusnya. Juga Mbak masih takut, mendengar yang tidak seharusnya terdengar, karena hati seringkali mengomentari apa yang terdengar oleh telinga.. Masak iya, Tarawih mbak Cuma buat nebus dosa yang di dapat ketika tarawih itu juga?? Ya gak kurang-kurang donk dosa mbak..hehehe”
“Duh mbak nie bisa aja. Jadi ntar malam mau tarawih di luar gak??”
“Ehm..kalau gak keberatan kita Jama’ah dirumah saja ya!!”
“Huuuuuuu…mbak gak asik ah… Buka di luar yok mbak, sambil Tarawihan di mesjid Raya..!! Sekaliiiiiiiii aja mbak….!!” Lifa memasang muka melasnya yang paling bikin iba. Hingga Dina tak dapat menolaknya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar