Sejarah Kota Palembang
Kota Palembang
adalah ibu kota
provinsi Sumatera Selatan. Palembang merupakan kota
terbesar kedua di Sumatera setelah Medan.Sejarah Palembang yang pernah menjadi ibukota kerajaan
bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada saat itu, Kerajaan Sriwijaya,
yang mendominasi Nusantara dan Semenanjung Malaya pada abad ke-9
juga membuat kota ini dikenal dengan julukan "Bumi Sriwijaya".
Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Bukit
Siguntang sebelah barat Kota Palembang, yang menyatakan pembentukan
sebuah wanua yang ditafsirkan sebagai kota pada tanggal 16 Juni
682 Masehi, menjadikan
kota Palembang sebagai kota tertua di Indonesia.
Di dunia Barat,
kota Palembang
juga dijuluki Venice of the East("Venesia dari Timur").
Kota ini dianggap sebagai
salah satu pusat dari kerajaan Sriwijaya,[3]
Serangan Rajendra Chola dari Kerajaan
Chola pada tahun 1025, menyebabkan kota ini hanya menjadi pelabuhan
sederhana yang tidak berarti lagi bagi para pedagang asing.[3]
Selanjutnya berdasarkan kronik
Tiongkok nama Pa-lin-fong yang terdapat pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada
tahun 1178 oleh Chou-Ju-Kua dirujuk kepada Palembang. Berdasarkan kisah Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan disebutkan seorang tokoh
dari Kediri yang bernama Arya Damar sebagai bupati Palembang turut serta
menaklukan Bali
bersama dengan Gajah Mada Mahapatih Majapahit
pada tahun 1343.[6]
Kemudian sekitar tahun 1513,
Tomé Pires seorang petualang dari Portugis
menyebutkan Palembang,[7]
telah dipimpin oleh seorang patih yang ditunjuk dari Jawa yang kemudian dirujuk
kepada kesultanan Demak serta turut serta menyerang Malaka yang
waktu itu telah dikuasai oleh Portugis.
Palembang muncul sebagai kesultanan pada
tahun 1659 dengan Sri Susuhunan Abdurrahman sebagai raja pertamanya.[8]
Namun pada tahun 1823 kesultanan Palembang
dihapus oleh pemerintah Hindia-Belanda.[9]
Setelah itu Palembang dibagi menjadi dua
keresidenan besar dan pemukiman di Palembang
dibagi menjadi daerah Ilir dan Ulu.
Pada tanggal 27 September 2005,
Kota Palembang telah dicanangkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
"Kota Wisata Air" seperti Bangkok
di Thailand
dan Phnom Penh
di Kamboja.
Tahun 2008 Kota Palembang menyambut kunjungan wisata dengan nama "Visit
Musi 2008".
Saat ini Palembang
tengah bersiap untuk mejadi salah satu kota
pelaksana pesta olahraga olahraga dua tahunan se-Asia Tenggara yaitu SEA Games
XXVII Tahun 2011.
Letak Geografis
Secara geografis, Palembang
terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah
102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Letak
Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan Lintas Sumatera yang
menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di Palembang juga terdapat Sungai Musi
yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi sebagai sarana
transportasi dan perdagangan antar wilayah.
Sebutan
kota palembang, berasal dari kata sangsekerta wanus
artinya negeri atau kota, bahasa asli
masyarakat menyebutnya lembeng bermakna genangan air
: ditambah awalan pa yang menunjukkan tempat,
kemudian dirangkai menjadi kata palembang artinya kota yang
selalu digenangi air, karena secara geografis terletak di daerah rendah penuh
rawa-rawa 37,36% wilayahnya tergenang air.
Di
zaman belanda dijuluki kota pulau (de stad der teintig eilanden)
sebutan lainnya venesia timur sebutan nama ini lantaran
keberadaan sungai musi yang memisahkan daerah seberang ulu dan seberang ilir
punya kemiripan dengan kota wisata di venesia.
Selain itu palembang merupakan pusat bandar
niaga sejak zaman kedatuan sriwijaya sampai kesultanan palembang, banyak
saudagar dari mancanegara dan cina singgah ke palembang untuk berniaga.
pengaruh bahasa cina sangat dirasakan pada tulisan chufanshi
karya chauju kau tahun 1225 bertulis palinfong
kemudian tahun 1345 – 1350 karya “wong ta yuan”
berjudul “toa cih lio”, palembang disebutnya “polinfong”
dan tahun 1416 “ying ysi shueng” menulis “polinfang”.
Prasasti
kedukan bukit yang menjadi bukti sejarah pendirian kerajaan sriwijaya,
sekaligus lahirnya kota palembang ditemuan pada tahun 1920 oleh h. djahri warga
kampung 35 ilir, secara tidak sengaja saat ia sedang menjala ikan di tepi
sungai tatang kedukan bukit, jala yang dilemparkannya ke sungai tersangkut
batu, setelah diangkat ternyata batu itu bertulis (prasasti).
Penemuan
ini dilaporkan kepada pemerintah kolonial belanda kala itu, kemudian menjadi
objek penelitian . hasil penelitian inilah banyak dipakai sebagai pedoman
penetapan palembang
/ sumatera selatan sebagai pusat kerajaan sriwijaya abad 7 – 12 masehi dibawah
pimpinan dhapunta hyang shidayatra.
Prasasti
itu menceritakan perjalanan dhapunta hyang sidhayatra bersama 20.000 prajurit
mengendarai perahu dan membawa 200 peti perbekalan serta 1.312 prajurit
berjalan kaki.
Dikisahkan
pada hari ketujuh paro-terang bulan jyestha, dapunta hyang bertolak dari
minaga, prajurit berjalan kaki datang dari mukha upang, mereka kemudian
berkumpul di palembang dan mendirikan wanua, yaitu perkampungan wanua sebagai
bentuk kecil dari kata benua.
Pada
prasasti kedukan bukit itu yang berangka tahun 682 masehi berbahasa melayu
kuno, dinukilkan hari jadi kota palembang tanggal 5 ashada tahun 605
syake atau 17 juni 683 masehi pemerintah kota palembang pun silih berganti
seiring dinamika perkembangan zaman.
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382
tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti
Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat
itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal
sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh
air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun
rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat
52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air (data Statistik 1990).
Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini
menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai
kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya
tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air
(menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau
lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi
oleh air.
Kondisi alam ini bagi nenek
moyang orang-orang Palembang
menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang
sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang
tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang
mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:
- Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan.
- Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah.
- Daerah pesisir timur laut.
Ketiga kesatuan wilayah ini
merupakan faktor setempat yang sangat mementukan dalam pembentukan pola
kebudayaan yang bersifat peradaban. Faktor setempat yang berupa jaringan dan
komoditi dengan frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil
mendorong manusia setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di
Sumatera Selatan. Faktor setempat inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota Sriwijaya, yang
merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada wilayah Asia
Tenggara. Kejayaan Sriwijaya diambil oleh Kesultanan Palembang Darusallam pada
zaman madya sebagai kesultanan yang disegani dikawasan Nusantara
Sriwijaya, seperti juga
bentuk-bentuk pemerintahan di Asia Tenggara lainnya pada kurun waktu itu,
bentuknya dikenal sebagai Port-polity. Pengertian Port-polity secara sederhana
bermula sebagai sebuah pusat redistribusi, yang secara perlahan-lahan mengambil
alih sejumlah bentuk peningkatan kemajuan yang terkandung di dalam spektrum
luas. Pusat pertumbuhan dari sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan
tambahan bagi kekayaan dan kontak-kontak kebudayaan. Hasil-hasil ini diperoleh
oleh para pemimpin setempat. (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu),
dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan
penguasaan politik di Asia Tenggara.
Ada tulisan menarik dari
kronik Cina Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14,
menceritakan tentang Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut
selatan, menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman dahulu
pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang
bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu diturunkan.
Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan. Perahu-perahu yang lewat
tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh perahu-perahu milik kerajaan dan
diserang. Semua awak-awak perahu tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka
negara itu menjadi pusat pelayaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar